Jakarta, 4 April 2024 – VNNMedia – Saham emiten tambang batu bara menghijau pada lanjutan sesi I perdagangan Rabu (3/4/2024) menyusul harga komoditas acuannya yang dalam tren penguatan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 11.00 WIB, saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) melesat 7,72 persen ke Rp1.535 per saham, dengan nilai transaksi Rp48 miliar dan volume perdagangan 32 juta saham.
Selain soal sentimen harga batu bara, kabar anyar lainnya untuk HRUM adalah soal perusahaan yang mengakuisisi 51 persen saham perusahaan pengolahan nikel PT Blue Sparking Energy dengan mengonversi (swap) sebagian pinjaman kepada perusahaan menjadi ekuitas.
Perusahaan penyulingan nikel tersebut menerbitkan saham baru senilai sekitar USD206 juta dalam skema swap itu.
Mengutip Bloomberg, Selasa (2/4), Blue Sparking saat ini tengah mengembangkan pabrik pelindian asam bertekanan tinggi (high pressure acid leach/HAPL) di kawasan industri di Teluk Weda di provinsi Maluku Utara, yang menjadikan nikel dalam bentuk karbon rendah yang dibutuhkan oleh produsen kendaraan listrik.
Sebelumnya, Harum meningkatkan kepemilikannya atas saham Westrong Metal Industry, yang mengoperasikan pabrik peleburan nikel di Weda Bay, pada Januari lalu.
Di samping saham HRUM, saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) juga tumbuh positif, naik 3,92 persen.
Saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) juga naik 2,00 persen, TOBA menguat 1,57 persen, dan UNTR 1,41 persen.
Nama lainnya, saham ITMG terapresiasi 1,31 persen, BUMI (1,20 persen), FIRE (1,05 persen), ABMM (0,99 persen), ADMR (0,78 persen), ADRO (0,37 persen), PTBA (0,34 persen).
Baca juga berita : Hari Ini IHSG Masih Diprediksi Mengalami Koreksi, Ini Rekomendasi Saham dari MNC Sekuritas
Harga Batu Bara Membara
Kontrak berjangka (futures) batu bara Newcastle Australia menguat 0,75 persen ke level USD134 per ton pada Selasa (2/4/2024), melanjutkan kenaikan sejak 4 hari sebelumnya.
Melansir Reuters, Selasa (2/4), China dan India meningkatkan impor batu bara termal yang diangkut melalui laut ke level tertinggi dalam tiga bulan pada Maret.
Ini menyusul dua pembeli terbesar di dunia tersebut memanfaatkan harga bahan bakar internasional yang lebih rendah untuk memenuhi peningkatan permintaan listrik dalam negeri.
China, produsen dan importir batu bara terbesar di dunia, mencatat kedatangan batu bara termal melalui laut sebesar 29,7 juta metrik ton pada Maret, menurut data yang dikumpulkan oleh analis komoditas Kpler.
Jumlah ini naik dari 23,03 juta ton pada Februari dan juga lebih tinggi dibandingkan 28,62 juta ton pada Maret 2023.
Pada kuartal I-2024, impor batu bara China melalui jalur laut yang terutama digunakan untuk menghasilkan listrik mencapai 80,64 juta ton, naik 17,2% dari 68,82 juta ton pada periode yang sama di 2023.
Kuatnya impor China didorong oleh kombinasi kuatnya pertumbuhan permintaan listrik dan harga batu bara yang bersaing melalui laut dengan batu bara dalam negeri.
Data resmi menunjukkan konsumsi listrik China meningkat 11% pada Januari dan Februari tahun ini dibandingkan bulan-bulan yang sama pada 2023.
Sementara, pembangkitan listrik meningkat sebesar 6,9% pada 2023, melampaui tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan sebesar 5,2%.
Permintaan listrik di China didorong oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan elektrifikasi armada kendaraan, peningkatan permintaan AC dan peralatan, serta peningkatan elektrifikasi proses industri, seperti beberapa jenis peleburan.
Penurunan produksi pembangkit listrik tenaga air di tengah kekeringan juga telah meningkatkan pembangkitan bahan bakar fosil, terutama berbahan bakar batu bara, sehingga semakin meningkatkan permintaan terhadap bahan bakar tersebut.
Bahkan dengan mempertimbangkan biaya pengiriman, bea masuk China, dan perbedaan kandungan energi, nilai impor melalui laut saat ini sedikit lebih murah dibandingkan pasokan dalam negeri, terutama untuk utilitas di wilayah tenggara China.
Daya saing batubara jenis seaborne terlihat pada impor China, dengan kedatangan 20,24 juta ton batubara termal Indonesia pada Maret, naik dari 16,96 juta ton pada Februari.
Impor batu bara termal Australia mencapai angka tertinggi dalam tiga bulan terakhir sebesar 5,08 juta ton di Maret, naik dari 3,45 juta ton di Februari.
Hal serupa terjadi di India, di mana pertumbuhan permintaan listrik yang tinggi mendorong impor batu bara, yang mencapai 15,21 juta ton pada Maret, naik dari 14,09 juta pada Februari dan 13,41 juta pada Maret 2023, menurut Kpler.
Impor batu bara termal pada kuartal I-2024 mencapai 42,79 juta ton, naik 23,8% dari 34,57 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Permintaan batu bara kemungkinan akan tetap tinggi di India karena negara di Asia Selatan ini bersiap menghadapi gelombang panas yang lebih sering terjadi antara April dan Juni dibandingkan biasanya.
Pada kuartal II-2024, berbagai wilayah di negara itu dapat mencatat 10 hingga 20 hari gelombang panas dibandingkan dengan empat hingga delapan hari normalnya, Mrutyunjay Mohapatra, direktur jenderal Departemen Meteorologi India, mengatakan pada konferensi pers virtual pada Senin (1/4).
Pemasok utama batu bara termal lintas laut bagi India adalah Indonesia dengan kedatangan Maret sebesar 10,23 juta ton, yang merupakan kedatangan tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Australia bukanlah pemasok utama batu bara termal ke India, karena sebagian besar perdagangan batu bara antara kedua negara adalah batu bara metalurgi, yang digunakan untuk membuat baja.
Namun, perlu dicatat, pasokan AS ke India telah meningkat, dengan impor pada Maret mencapai angka tertinggi dalam tiga bulan sebesar 1,10 juta ton dan diperkirakan 1,62 juta ton diperkirakan akan tiba pada April, yang merupakan rekor tertinggi.
Pada saat yang sama, impor batu bara termal Rusia dari India menurun, dengan kedatangan pada Maret sebesar 730.000 ton merupakan yang terendah sejak November.
Sejumlajh faktor, mulai dari sanksi Barat terhadap pelayaran hingga kekhawatiran atas keselamatan transit di Laut Merah telah meningkatkan harga batu bara Rusia di India
Baca Berita Menarik Lainnya Di Google News