
SURABAYA, 31 DESEMBER 2024 – VNNMedia – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berkomitmen untuk terus mengawasi persaingan usaha tidak sehat dan tindak monopoli sesuai UU No. 5/1999 dan UU No.20/2008. KPPU juga memberikan saran kebijakan persaingan kepada pemerintah
Menutup tahun 2024, KPPU menegaskan, ada tiga prioritas utama yang akan dilakukan KPPU di tahun 2025 hingga 2029 sesuai dengan arahan presiden terpilih Prabowo Subiyanto agar tercipta persaingan usaha sehat. Tiga prioritas utama tersebut adalah menjaga daya beli masyarakat, efisiensi anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta mengawasi kemitraan UMKM.
“Ada tiga prioritas utama yang dijalankan 2025 hingga 2029 mengikuti arahan presiden. Pertama fokus penegakan hukum terhadap langkah bisnis yang akan menganggu daya beli masyarakat. Misal kenaikan harga pangan, kenaikan harga tiket dan barang jasa lainnya kr arahan presiden bagaimana menekan seminimal mungkin harga yang eksesif,” ungkap Anggota Komisioner KPPU RI, Ridho Jusmadi di kantor KPPU Kanwil IV, Surabaya, Senin (30/12/2024).
Salah satu yang telah dilakukan KPPU adalah memberikan saran dan masukan kepada kepada pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat. “Tetapi penurunan tiket kemarin itu sebesar 10 persen. Itu masih jauh dibawah rekomendasi kami karena hasil kajian KPPU itu harga tiket bisa turun sampai 30 persen,” katanya.
Menurutnya, hal yang harus dicermati adalah tingginya harga avtur di Indonesia yang cukup mahal, paling tinggi dibanding negara tetangga. Karena harga avtur menjadi salah satu komponen penentuan harga tiket. “Sudah kita kaji dan sudah kita berikan kajiannya kepada pemerintah. Kita tinggal menunggu bagaimana kebijakan avtur itu bisa dievaluasi oleh pemerintah dan BUMN,” tegas Ridho.
Prioritas kedua adalah efisiensi anggaran APBN dan APBD. Karena arahan presiden pengolahan APBD dan APBN harus dengan transparansi dan efisiensi. Seperti yang telah dilakukan oleh KPPU baru-baru ini dengan memberikan sanksi maksimal untuk kasus tender di lembaga BRIN. Mendekati 10% dari nilai proyek, yaitu denda sebesar Rp29 miliar. “Karena memang persekongkolan tender itu sangat jahat sekali. Dan efisien barang dan jasa bisa dikembalikan ke negara,” ungkapnya.
Langkah lain yang telah dilakukan KPPU untuk mewujudkan efisiensi APBN adalah rekomendasi KPPU kepada pemerintah untuk mengintegrasikan jaringan gas kota (jargas) dalam Program Pembangunan 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah. Hal itu dinilai mampu menghemat subsidi LPG.
Karena dilaksanakan, KPPU mengestimasi adanya penghematan subsidi LPG sebesar Rp3,5 triliun per tahun dan penghematan biaya impor LPG sebesar Rp1,4 triliun per tahun.
“Prioritas ketiga adalah terciptanya kemitraan yang sehat, khususnya fokus melakukan pemantauan terjadinya eksploitasi kepada mitra. Misal mitra ojek online, mitra susu dan lainnya. Agar pelaku industri besar tidak semena-mena pada UMKM,” terangnya.
Untuk itu KPPU telah bersinergi dengan Kementerian UMKM dan Kementerian BUMN. Salah satunya yang disoroti dalam peraturan Kementerian BUMN adalah kerjasama antar BUMN.
“Jika kerjasama sebenarnya lebih efisien dengan swasta maka kita dorong untuk kerjasama itu dengan swasta. Karena tidak seluruh bidang usaha bisa disinergikan dengan BUMN tetapi juga untuk pelaku usaha swasta agar terjadi efisiensi,” ungkapnya.
Dan tiga prioritas itu akan dilaksanakan juga oleh seluruh Kanwil KPPU, termasuk di Jatim. “Itu saya rasa seluruh Kanwil semua punya persoalan yang sama untuk tiga isu itu karena itu semua intinya sama. Apalagi kalau Jawa Timur yang dominan memang kemitraan seperti kemitraan di komoditas susu atau gula,” tandasnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala KPPU Kanwil IV, Dendy Rahmad Sutrisno. Bahwa persoalan yang disampaikan di pusat juga akan dilaksanakan di daerah. Yang terkait dengan kemitraan misalnya, ini dilakukan untuk sektor-sektor yang struktur pasarnya itu monopsoni atau oligopoli, hanya ada satu pembeli atau ada sekelompok pembeli.
“Ini memang rentan karena daya tawar si kecil ini agak kurang bagus sehingga dalam kajian kita, KPPU ingin mendorong disparitas daya saing mereka untuk membuat mereka dalam hubungan kemitraan. Misal di kasus susu. Kalau jual putus kan berarti nggak ada kepastian buat peternak, padahal maunya kan semua susu itu masuk. Di satu sisi mereka butuh kualitas dan di sisi lain mereka juga butuh harga yang pantas,” ungkap Dendy.
Dan untuk mempertemukan ini tidak bisa hanya dengan mekanisme jual putusnya. Juga di komoditas tembakau atau gula. “Ini yang membuat petani dan peternak kita tidak punya daya tawar yang mencukupi karena mereka tidak dalam hubungan kemitraan yang sesungguhnya seperti yang diamankan undang-undang 20/2008,” pungkasnya.
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News