Kebijakan Buyback Saham Tanpa RUPS Diperpanjang Hingga Enam Bulan

JAKARTA, 15 APRIL 2025 – VNNMedia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan pembelian kembali saham oleh perusahaan terbuka dalam situasi pasar yang mengalami gejolak signifikan tanpa harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan ini mengacu pada ketentuan Pasal 2 huruf g dan Pasal 7 dalam POJK Nomor 13 Tahun 2023.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan bahwa ketentuan mengenai kondisi pasar yang dianggap sangat fluktuatif ini akan berlaku selama enam bulan, terhitung sejak 18 Maret 2025. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK yang dirilis pada Senin (14/4/2025).

Tujuan utama dari pelonggaran prosedur buyback ini adalah untuk memberi ruang gerak lebih bagi emiten dalam menjaga kestabilan harga saham saat pasar bergejolak, sekaligus mendorong rasa percaya investor. Pelaksanaannya diperkirakan segera dimulai dalam waktu dekat.

Data hingga 8 April 2025 mencatat bahwa sebanyak 19 emiten telah mengajukan rencana untuk memanfaatkan kebijakan ini dalam periode Maret hingga Juli 2025, dengan total dana yang dialokasikan untuk buyback mencapai sekitar Rp14,86 triliun.

“Dari jumlah tersebut, delapan emiten telah mengeksekusi buyback dengan nilai realisasi sebesar Rp309,71 miliar. OJK terus memantau perkembangan pasar secara aktif agar dapat merespons dengan kebijakan yang tepat sasaran dalam mengatasi gejolak,” ujar Mahendra.

Selain itu, OJK juga mengambil langkah untuk menunda implementasi pembiayaan transaksi short selling oleh perusahaan efek selama enam bulan ke depan.

Menghadapi situasi global yang dinamis, khususnya pemberlakuan tarif dagang balasan oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, OJK menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam melakukan negosiasi dan mitigasi dampak terhadap perekonomian. Fokus utamanya adalah menjaga stabilitas sistem keuangan nasional serta memelihara kepercayaan pasar agar daya saing dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.

“OJK akan terus bersinergi dengan kementerian dan lembaga terkait guna merumuskan kebijakan strategis, khususnya bagi sektor-sektor yang terdampak langsung oleh kebijakan tarif tersebut,” kata Mahendra.

OJK juga terus memantau perkembangan di pasar keuangan untuk memastikan kebijakan yang diambil selalu adaptif dan responsif dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan nasional.

Menanggapi tekanan yang muncul di bursa global dan regional pasca pengumuman kebijakan tarif baru dari AS, serta mengantisipasi potensi fluktuasi pasar domestik, OJK bersama Bursa Efek Indonesia pada 7 April 2025 mengumumkan penyesuaian terhadap batasan trading halt apabila IHSG turun drastis, serta menyesuaikan batas auto rejection bawah pada saham.

Berbagai kebijakan yang diterapkan seperti buyback tanpa RUPS, penundaan transaksi short selling, revisi batas trading halt, serta penerapan sistem auto rejection asimetris, disertai dengan koordinasi intensif bersama para pemangku kepentingan, ditujukan untuk menghadapi risiko global yang meningkat dan dampak kebijakan perdagangan dari AS terhadap sektor keuangan domestik.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa di tengah tekanan dari ekonomi global, pasar saham Indonesia mencatat penguatan 3,83 persen secara bulanan (month-to-date/mtd) pada 27 Maret 2025, dan ditutup di level 6.510,62. Namun secara tahunan (year-to-date/ytd), IHSG masih melemah 8,04 persen.

“Kapitalisasi pasar mencapai Rp11.126 triliun atau naik 2,27 persen mtd, meskipun masih turun 9,80 persen ytd. Sementara itu, investor asing mencatatkan aksi jual bersih sebesar Rp8,02 triliun secara mtd dan Rp29,92 triliun sepanjang tahun berjalan,” ujar Inarno.

Ia juga menyampaikan bahwa kinerja indeks sektoral secara mtd mengalami penurunan di sejumlah sektor, terutama pada sektor kesehatan dan barang konsumsi siklikal. Di sisi lain, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham secara ytd berada di angka Rp12,34 triliun, menunjukkan peningkatan dibandingkan rata-rata tahun sebelumnya.

Baca Berita Menarik Lainnya di Google News