Hormati Hak Berpendapat Berekspresi Rakyat, Hentikan Brutalitas Aparat dan Bebaskan Massa Aksi yang Ditangkap!

Surabaya, 30 Agustus 2025, VNNMedia – Brutalitas aparat dalam mengamankan aksi massa merespon sejumlah kebijakan yang tidak memberikan keadilan bagi rakyat kembali terjadi.
Dalam hal ini, YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) LBH Cabang Kota Surabaya mendapatkan pengaduan dari para demonstran di Surabaya yang digelar di Gedung Negara Grahadi, Jum’at (29/08/2025) kemarin. Setidaknya hingga sampai jam 07.34 WIB massa aksi yang ditangkap dalam aksi di Surabaya kurang lebih 43 orang mayoritas adalah anak di bawah umur, Sabtu (30/08/2025).
Habibus Shalihin, S.H., selaku Direktur YLBHI-LBH Surabaya mengatakan, bahwa mereka para demonstran diburu, dikeroyok, dan dibawa ke kantor polisi serta dihalang-halangi untuk mendapatkan pendampingan hukum.
“Massa aksi yang ditangkap juga dihalang-halangi untuk mendapatkan akses bantuan hukum. bahkan banyak demonstran dalam pengaduan dipaksa menjalani penggeledahan barang pribadi tanpa dasar hukum yang sah,” katanya, Sabtu (30/08/2025) pagi.
Selain itu, menurut Habibus, banyak peserta aksi lainnya turut mengalami penganiayaan.
“Ketika rilis sikap ini ditulis, kami juga melihat aparat secara represif membubarkan massa aksi di depan Gedung Grahadi Surabaya dengan gas air mata dan water cannon, melakukan sweeping serta melakukan pencegahan para pelajar untuk bergabung dalam barisan ikut berdemonstrasi,” ucapnya.
YLBHI-LBH Surabaya menegaskan bahwa demonstrasi, mengemukakan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional setiap warga negara termasuk mereka yang masih belum dewasa. Tanpa memandang ras, suku, agama, hingga hati nurani keyakinan politik tertentu sekalipun. Hak tersebut telah dijamin oleh hukum nasional maupun internasional.
“Dalam Pasal 19 Konvensi Internasional atas hak Sipol tahun 1966 menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi. Diatur dalam Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials, dalam Pasal 4 menegaskan bahwa aparat penegak hukum, dalam melaksanakan tugas mereka, harus sejauh mungkin, menggunakan cara-cara non-kekerasan sebelum menggunakan kekerasan dan senjata api. Mereka dapat menggunakan kekerasan dan senjata api hanya jika cara-cara lain tetap tidak efektif atau tidak menjanjikan hasil yang diinginkan,” tegasnya.
Disamping itu, masih menurut Habibus, dalam Hukum nasional mengatur bahwa; Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Pasal 2 Ayat (1) UU No 9 Tahun 1998).
“Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum (Pasal 5). Landasan hukum ini seharusnya menjadi pegangan utama aparat kepolisian dalam mengamankan aksi. Bahkan penghalang-halangan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum secara sah adalah bentuk kejahatan atau tindak pidana (Pasal 18),” jelasnya.
Selain itu, Habibus mengatakan, bahwa tindakan brutalitas Polri dalam pengamanan aksi telah melanggar Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 dalam hal kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, termasuk DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights). Serta melanggar prinsip pengamanan dalam Perkap 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Dimuka Umum. Sebagaimana yang diatur Pasal 3 huruf b dan Pasal 28 huruf e Yaitu perlindungan HAM, yaitu pengamanan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan dengan menjunjung tinggi HAM.
“Begitu juga dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan ini mengamanatkan bahwa setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk menerapkan perlindungan dan penghargaan HAM. Di dalam peraturan tersebut juga diatur bahwa setiap anggota Polri harus mematuhi ketentuan berperilaku diantaranya tidak boleh menggunakan kekerasan kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan, dilarang menghasut, mentolerir tindak penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, dilarang melakukan penangkapan sewenang-wenang, dan penggunaan kekerasan dan/atau senjata api berlebihan,” terangnya.
Dalam pandangan Habibus, cara-cara seperti ini lebih dekat dengan pola tindakan premanisme dengan dalih penegakan hukum karena bergerak seolah-olah tanpa akuntabilitas hukum dan HAM sebagaimana ketentuan yang berlaku.
“Kami khawatir bahwa cara tersebut ke depannya menjadi pola standar untuk memberikan pemakluman terhadap tindakan pengabaian hak asasi manusia serta menginjak-injak undang-undang yang berlaku dan segala peraturan turunannya,” tandasnya.
Untuk itu YLBHI-LBH Surabaya dalam hal ini menyatakan sikap dengan tegas:
1. Mendukung segala bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk demonstrasi warga dari berbagai macam latar belakang, suku, ras, agama, dan keyakinan politik sebagai hak konstitusional warga untuk melakukan kontrol dalam penyelenggaraan negara termasuk yang dilakukan oleh para pelajar.
2. Mengecam keras praktik brutalitas aparat kepolisian maupun penghalang-halangan pelaksanaan hak rakyat dalam menyampaikan pendapat dimuka umum melalui berbagai tindakan kekerasan, upaya paksa termasuk penggunaan kekuatan senjata yang berlebihan terhadap warga yang menggunakan haknya menyampaikan pendapat di muka umum dalam menyikapi aksi di berbagai daerah.
3. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk tidak terus membiarkan praktik brutalitas aparat Kepolisian dalam merespon demonstrasi warga dengan melakukan evaluasi menyeluruh dan penegakan hukum terhadap praktik kekerasan dan pelanggaran HAM oleh institusi kepolisian serta penyimpangan peran kepolisian sebagai alat kekuasaan dan pemodal.
4. Mendorong penguatan kontrol terhadap kewenangan kepolisian, transparansi dan akuntabilitas serta memperkuat check and balances dalam sistem penegakan hukum Pidana terpadu melalui revisi KUHAP.
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News