Perebutan Sumber Daya, Konflik Kekuasaan & Politik, Filsafat Sufistik & Post Humanisme Dibalut dalam Kesempurnaan Sinematografi yang Indah, Dune Part Two Film Terbaik Sepanjang Masa.

Film : Dune Part Two

Sutradara : Denis Villeneuve

Aktor : Timothée Chalamet, Zendaya, Austin Butler, Rebecca Ferguson, Florence Pugh, Dave Bautista,

Adaptasi Novel Dune karya Frank Herbert

Rating 9/10

Surabaya, 1 Maret 2024 – VNNMedia – Sudah sedemikian lama Shawshank Redemption menjadi film dengan rating tertinggi  di IMDB tanpa ada yang menyaingi. Namun sepertinya ditahun 2024 rekor tersebut akan di pecahkan oleh Film Dune Part Two dengan skor 9.4/10.

Film yang di adaptasi dari Novel karya Frank Herbert ini berhasil menghadirkan sebuah film epos yang kompleks dengan pesan filsafat (post humanisme dan Zen Sufistik) yang dalam, namun memiliki sinematografi yang sempurna dan menegangkan. Saya pikir setelah penuh dengan dialog dan basa basi filsafat di film pertama, Dune part two hanya akan menampilkan sisi action sebagai pertimbangan bisnis. Kekhawatiran yang terbukti salah setelah saya berkesempatan menonton langsung di bioskop.

Dune part two melanjutkan cerita petualangan Paul Atreides, seorang pemuda yang mendapatkan tanggung jawab dan takdir di luar perkiraannya. Setelah pembantaian keluarga House Atreides di film pertama, Paul dan Ibunya, Jessica, melanjutkan hidup bersama Fremen di kerasnya lautan pasir arrakis. Misi balas dendam terhadap house Hakkonen dan Kaisar yang sudah membantai seluruh keluarganya menghadirkan takdir yang tidak dinyana, dimana Paul dianggap sebagai Lisan Al Gaib atau Al Mahdi bagi sebagian besar fundamentalis Fremen.

Film Dune part two tidak hanya memunculkan konflik balas dendam semata, namun kental dengan bumbu dan kode – kode filsafat kehidupan manusia. Sama seperti film pertama, inti permasalahan bermula dari perebutan sumber daya bernama “Spice Melange”. Siapapun yang dapat menguasai sumber daya, maka dia akan menguasai dunia. Sebuah Alasan paling purba dan tetap relevan hingga saat ini untuk membuat manusia saling bunuh dalam perang tanpa akhir. Manusia sering memunculkan banyak alasan lain ke permukaan untuk memburu manusia lainnya seperti perang agama, ideologi dan nasionalisme, tapi pada hakikatnya manusia hanya berebut sumber daya terbatas yang ingin mereka kuasai.

Dune atau bukit pasir itu sendiri adalah lautan filsafat. Manusia hanya akan menemukan dirinya sendiri dalam perjalanan yang berat, sunyi dan paling menyakitkan. Seperti yang dikatakan Stiglar kepada Paul Atreides, hanya ada 2 kemungkinan manusia dalam menjalani kehidupan Bukit Pasir, menemukan diri sendiri atau kematian. Tentu saja kematian tidak hanya kematian fisik, tapi juga kematian karakter dalam diri manusia itu sendiri.

Dalam Dune part two  akan dimunculkan sebuah pertanyaan dan kesadaran baru ? apakah manusia masih relevan dianggap sebuah kategori dan identitas sendiri ? Ketika pada hakikatnya manusia hanya berupa “tetesan air dalam sumur kehidupan” yang dimunculkan dalam film dune. Air kehidupan yang berasal dari sumber mematikan yang ternyata justru memunculkan kesadaran pada level tertinggi Paul Atreides, sesaat sebelum menjadi Paul Usul Muad’Dib Atreides atau Al Mahdi. Pertanyaan yang menjadi dasar teori filsafat post humanisme modern.

Muad’dib sendiri berarti “Guru” dalam Bahasa Arab. Lekat dengan kebudayaan timur Tengah dan culture islam, kaum fremen percaya pada kehadiran Al Mahdi suatu saat nanti untuk memerdekakan mereka. Namun yang menarik, perilaku dan cara mereka hidup sangat dekat dengan budaya Zen dalam Budha atau Sufi dalam Islam. Kehidupan Zuhud dan mengasingkan diri ditengah kekayaan sumber daya Spice Melange yang melimpah, keimanan terhadap spiritual Ketuhanan yang kuat, cara pandang mereka dalam menyikapi kematian tidak asing bagi mereka yang mempelajari sufistik.

Walaupun bertema berat dan penuh dengan konflik serta kode filsafat, Dune part two tetap megah dan indah secara sinemtografi. Jika pada film pertama penonton dimanjakan dengan gambar visual yang mengundang decak kagum, pada Dune part two akan disempurnakan dengan efek CGI dan audio yang luar biasa. Ketegangan pada film ini tidak hanya dari sisi cerita tapi dari sinematografi yang dihadirkan. Kalau anda merasa bahwa sinematografi film “oppenheimer” karya Nolan luar biasa, maka di film ini anda akan merasakan pengalaman yang lebih istimewa.

 Scoring film tidak hanya bermain pada bunyi tapi juga pada sunyi, membawa emosi  penonton naik turun pada waktu yang cepat. Soundtrack film di garap oleh Hans Zimmer seakan menjadi jaminan soul of music dari film ini akan menggugah hati dan membawa pikiran penonton melayang seolah menjadi bagian dari film.

Plot cerita juga dibuat sangat sederhana tapi menarik dengan beberapa kejutan plot twist yang membuat penonton ( yang bukan pembaca novel ) melongo, terutama ketika identitas Paul Atreides benar – benar terungkap. Dari situ saya percaya bahwa sang sutradara ingin mempertahankan dan konsisten pada highlight cerita ‘pencarian jati diri’ sesuai konsep post humanisme dan Zen Sufistik ala Paul Herbert.

Akhirnya saya hanya bisa merekomendasikan semua orang untuk menonton masterpiece ini. Keistimewaan film ini tidak bisa diceritakan detail lewat tulisan. Hanya dengan menontonnya saja maka setiap orang akan merasakan kemegahan dan keistimewaan film ini. Syukur kalau bisa menonton di Imax. (mrz)

One thought on “Perebutan Sumber Daya, Konflik Kekuasaan & Politik, Filsafat Sufistik & Post Humanisme Dibalut dalam Kesempurnaan Sinematografi yang Indah, Dune Part Two Film Terbaik Sepanjang Masa.

Leave a Reply