
Jakarta, 20 Maret 2024 – VNNMedia – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 (UU 8/1976) tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang Mengubahnya terhadap UUD 1945. Sidang digelar pada Rabu (20/03), pukul 10.00 WIB dengan agenda Pengucapan Putusan.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 13/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Pipit Sri Hartanti sebagai Pemohon I dan Supardji sebagai Pemohon II. Kedua Pemohon memiliki seorang anak penderita Cerebral Palsy yang memiliki kebutuhan khusus dalam pengobatan yang mengandung senyawa cannabidiol dari ganja.
Dalam hal ini Pemohon menguji: Pasal 1 ayat (2), serta materi muatan Paragraf 7 dan Paragraf 8 Penjelasan Umum. Para Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan materi UU 8/1976 sepanjang kalimat ‘Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961’. UU ini dinilai menghalangi pemenuhan hak konstitusional berupa hak atas pelayanan kesehatan bagi anak-anak di Indonesia yang memiliki kesehatan khusus seperti penderita Cerebral Palsy.
Para Pemohon turut menyampaikan pihaknya telah melakukan upaya untuk kesembuhan anaknya. Dari berbagai pengobatan yang dilakukan, dalam banyak penelitian uji coba minyak dari formulasi cannabis atau ganja dengan kandungan cannabidiol dan THC efektif digunakan kepada anak yang menderita gangguan motorik kompleks. Singkatnya, penggunaan kandungan ganja medis tersebut dapat mengurangi dampak dari dystonia dan kejang-kejang serta memperbaiki fungsi kemampuan motorik dan kualitas hidup.
Bahwa MK pernah menangani Permohonan yang sama dengan nomor 106/PUU-XVIII/2020 dan berakhir dengan Putusan menyatakan menolak permohonan. Namun dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah telah memerintahkan kepada pemerintah agar melakukan pengkajian dan penelitian pengunaan Narkotika Golongan I untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan terapi pengobatan.
Bahkan, Mahkamah membuka peluang bagi pihak swasta yang hendak melakukan pengkajian dan penelitian tersebut asalkan telah memperoleh izin dari Menteri Kesehatan. Namun Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dinilai tidak segera melakukan penelitian dan pengkajian terhadap ganja atau narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan sebagaimana perintah putusan MK, maupun melakukan pengkajian dan penelitian terhadap jenis Narkotika Golongan I yang dilakukan berdasarkan standar profesi penelitian kesehatan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Di sisi lain, negara juga tidak menjamin ketersedian obat alternatif yang dibutuhkan oleh pengidap penyakit tertentu apabila sewaktu-waktu terserang kejang secara tiba-tiba. Para Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan muatan materi dari Pasal 1 ayat (2) beserta Penjelasannya serta materi muatan Paragraf 7 dan Paragraf 8 uji Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang Mengubahnya sepanjang kalimat ‘Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961’ dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengingat sepanjang tidak dimaknai sebagai ‘Protokol yang Mengubah Konvensi Tunggal Narkotika hingga protokol sesi ke-63 termasuk di dalamnya dokumen Commission on Narcotic Drugs Sixty-third sesion Vienna, 2-6 March 2020, yang menggunakan dokumen E/CN.7/2020/CRP.19.
Menanggapi permohonan tersebut, dalam sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada Senin (12/2) lalu, MK memberikan nasihat untuk menguraikan pasal-pasal yang dijadikan landasan pengujian dengan kerugian konstitusionalitas norma yang terlanggar serta perbandingan dengan keberlakuan konvensi internasional yang berlaku di beberapa negara lainnya.
Pada sidang Perbaikan Permohonan pada Senin (26/02) lalu, Para Pemohon memperbaiki pasal yang diiuji berupa pengujian materiil Pasal 1 ayat (2) beserta penjelasannya UU 8/1976 terhadap Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945. Berikutnya, para Pemohon juga telah melakukan penambahan negara-negara di Asia yang memanfaatkan ganja untuk kebutuhan medis.
Baca Berita Menarik Lainnya Di Google News