SURABAYA, 17 DESEMBER 2024 – VNNMedia – Pemerintah Provinsi Jawa Timur meluncurkan Program Etalase Pengendalian Inflasi Kabupaten dan Kota (EPIK) sebagai bagian dari inisiatif “Jatim Sinergi Gapai Inflasi Terkendali” (Jatim Sigati). Program ini bertujuan untuk mengendalikan inflasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani melalui pengembangan korporasi petani di Jawa Timur.
“Program ini dirancang untuk menjaga kestabilan harga sekaligus memperkuat kesejahteraan petani melalui pengembangan Korporasi Petani Jawa Timur,” ujar Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim, HMD Aftabuddin RZ, saat meninjau kios TPID milik PT Jatim Grha Utama (JGU) di Rusunawa Siwalan Kerto, Surabaya, Senin (16/12/2024). Hadir dalam kesempatan tersebut Direktur PT JGU Mirza Muttaqin dan Ekonom Ahli KPKP Bank Indonesia KPw Jatim, Barik Bathaluddin.
Program EPIK mendistribusikan beras premium merek “Jatim Cettar” yang diproduksi Koperasi Multi Pihak Sarana Agro Lestari (KMP Santri) Jombang. PT JGU bertindak sebagai penyalur dengan dukungan biaya transportasi dari Pemprov Jatim.
“Pemerintah provinsi akan menanggung biaya transportasi beras dari Jombang ke Surabaya agar harga jual di konsumen setara dengan harga di produsen. Ini dilakukan untuk memastikan keterjangkauan harga,” jelas Aftabuddin.
Saat ini, harga beras Jatim Cettar dijual di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp14.600 per kilogram
Lebih rendah dibandingkan HET beras premium sebesar Rp16.900 per kilogram. Distribusi beras ini difokuskan di lima pasar utama di Kota Surabaya, yakni Pasar Wonokromo, Tambahrejo, Genteng Baru, Pucang Anom, dan Soponyono, dengan dukungan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Surabaya.
Hingga Desember 2024, sebanyak 159 ton beras Jatim Cettar telah terdistribusi. Program ini juga telah memenuhi kebutuhan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar 87,18 ton hingga Oktober 2024.
Aftabuddin menekankan bahwa program ini tidak hanya bertujuan menekan inflasi tetapi juga memberikan nilai tambah bagi petani. Melalui pengembangan korporasi, petani diharapkan tidak hanya menjual gabah, tetapi juga memproduksi beras dan produk turunan seperti bekatul dan sekam untuk bahan baku industri.
“Saat ini program masih menggandeng tujuh Gapoktan di Jombang dengan melibatkan 2.000 petani. Kami menargetkan pembentukan 10 korporasi petani di 10 kabupaten, sehingga lebih banyak petani yang dapat menjadi pemilik usaha mandiri,” paparnya.
Kapasitas distribusi program ini telah mencapai 150 ton per bulan, dengan target meningkat menjadi 500 ton per bulan. Pemprov Jatim juga merencanakan perluasan pasar, termasuk ke rumah sakit dan institusi pemerintah, serta menggandeng kabupaten penghasil beras lain seperti Situbondo dan Ngawi.
Saat ini, inflasi Jawa Timur tercatat pada kisaran 1,41 persen hingga 1,49 persen. Jauh di bawah standar nasional sebesar 2,5 persen plus minus satu.
Pemprov optimistis inflasi dapat tetap terkendali di bawah 2 persen hingga akhir 2024, meskipun ada peningkatan permintaan selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru.
Ekonom Ahli Bank Indonesia KPw Jatim, Barik Bathaluddin, menegaskan bahwa Bank Indonesia mendukung penuh upaya pengendalian inflasi dan penguatan ketahanan pangan oleh Pemprov Jatim.
“Program ini juga mendukung kesejahteraan petani melalui hilirisasi pangan. Keberhasilan ini akan kami dorong untuk direplikasi di daerah lain,” pungkas Barik.
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News