
Sidney, Senin 15 Desember 2025-VNNMedia- Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, pada Senin (15/12) mengusulkan undang-undang senjata yang lebih ketat menyusul penembakan massal yang menargetkan festival Yahudi di Pantai Bondi, Sydney, yang menewaskan 15 orang
Insiden yang disebut polisi sebagai serangan teroris ini menjadi penembakan massal terburuk di negara tersebut sejak pengetatan senjata api secara nasional pada tahun 1996. Tragedi ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas undang-undang senjata api Australia, yang meskipun sudah termasuk yang terketat di dunia, gagal mencegah serangan ini
Albanese menyatakan bahwa ia akan meminta Kabinet untuk mempertimbangkan pembatasan jumlah senjata yang diizinkan dengan izin kepemilikan senjata api dan, yang terpenting, durasi masa berlaku izin tersebut
Ia menekankan bahwa keadaan seseorang dapat berubah, dan izin tidak seharusnya berlaku selamanya karena potensi radikalisasi
Meskipun tingkat pembunuhan dengan senjata api di Australia sangat rendah dibandingkan standar global, lembaga kajian Australia Institute mencatat bahwa jumlah senjata api yang dimiliki secara legal kini telah melebihi empat juta unit, melampaui angka sebelum penindakan senjata pada 1996.
Izin kepemilikan senjata api menjadi sorotan setelah Komisaris Polisi NSW mengonfirmasi bahwa izin yang dimiliki salah satu tersangka memberinya hak untuk memiliki senjata yang digunakan dalam serangan itu
Hal ini memperkuat perlunya peninjauan kembali alasan sah dan jenis senjata yang diizinkan. Perdana Menteri negara bagian New South Wales, Chris Minns, juga berjanji untuk mengambil tindakan cepat, bahkan mempertimbangkan memanggil kembali parlemen negara bagian untuk mempercepat perubahan pada peraturan senjata api
Langkah-langkah yang diusulkan oleh PM Albanese dan PM Minns menunjukkan respons politik yang mendesak untuk menanggapi kekhawatiran publik dan menjamin keamanan, sekaligus memastikan hukum dan mekanisme penegakan senjata di Australia mampu mengimbangi perubahan risiko dan teknologi di masa depan
sumber: Channel News Asia
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News