Pameran Lukisan Makarao: Anomali Sebagai Pelepasan Dari Norma

Manado- Makarao diangkat sebagai tema dalam pameran seni rupa, di Area Lobby Utama Hotel Aryaduta Manado. Dalam Bahasa Tondano, Makarao berarti Gerhana.

Pameran Makarao menampilkan 20 karya memukau dari lima pelukis kenamaan Sulawesi Utara, yakni Deni Katili, Luthfi Madina, Bensuryo Pambudi (Nobe), Maria Budiyatmi, dan Jaya Masloman. Para penggemar seni rupa dapat menikmati karya-karya mengagumkan mereka sejak tanggal 23 Oktober-3 November 2023.

Pemilihan tema Makarao bukan tanpa alasan. Para pelukis berharap pameran tersebut akan menarik perhatian, seperti halnya gerhana matahari yang terjadi di alam. “Kaitan tema tersebut dengan pameran ini terletak pada penggunaan istilah anomali untuk menggambarkan gerhana matahari dan seni,” ujar Nobe.

Menurut Nobe, pameran ini adalah sebuah anomali terhadap pola-pola yang ada di masyarakat. Salah satunya pola yang bersifat kesunyian di dunia seni rupa Sulawesi Utara. “Dalam dua bulan terakhir tidak ada pameran seni rupa di Kota Manado. Dengan pameran ini kita coba memecahkan pola-pola bersifat kesunyian yang membosankan,” jelasnya.

Kurator Pameran, Ajeng Prasasti, mengungkapkan penggunaan metafora gerhana, didasarkan pada gagasan bahwa pameran tersebut akan menjadi peristiwa penting dan menarik perhatian, seperti halnya gerhana matahari yang terjadi di alam.

“Saya rasa ini adalah kesempatan besar untuk merefleksikan perjalanan artistik dan mengeksplorasi hubungan menarik antara lukisan dan gerhana matahari. Tema unik ini tidak diragukan lagi menambah dimensi menarik pada pameran ini,” kata Ajeng.

Curatorial Makarao

Anomali sebagai Pelepasan dari Norma
Hubungan antara gerhana matahari sebagai anomali yang mempengaruhi alam semesta dan pameran lukisan yang diharapkan menjadi anomali yang akan menimbulkan kegaduhan dan mematahkan pola yang ada, pada dasarnya bersifat metaforis dan simbolik.

Gerhana Matahari sebagai Anomali yang Mempengaruhi Alam Semesta.
Gerhana matahari adalah peristiwa langka ketika bulan melintas di antara bumi dan matahari, sehingga menghalangi cahaya matahari untuk sementara. Secara harfiah, ini adalah anomali astronomi karena mengganggu pola reguler siang dan malam, sehingga menciptakan kegelapan sesaat di tengah hari. Peristiwa ini tidak hanya berdampak pada Bumi namun juga berdampak lebih luas pada alam semesta, karena peristiwa ini menunjukkan interaksi yang rumit antara benda-benda langit.

Pameran Lukisan Sebagai Anomali yang Diharapkan.
Dalam konteks pameran lukisan sebagai “anomali yang diharapkan”, dapat merujuk pada pameran yang menyimpang dari norma dan konvensi dunia seni yang biasa atau diharapkan. Pameran yang “ditunggu-tunggu” menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai ekspektasi dan antisipasi yang tinggi terhadap sesuatu yang luar biasa atau unik. Ungkapan “akan menimbulkan kegaduhan” mengandung arti bahwa pameran tersebut akan menimbulkan banyak perhatian dan kemeriahan. “Hancurkan pola yang ada” menandakan bahwa pameran ini akan menantang norma dan konvensi seni yang sudah ada, seperti halnya gerhana matahari yang mengganggu pola reguler siang hari.

Ajeng menjelaskan, konsep menyandingkan lukisan dengan gerhana matahari sungguh menggugah pikiran sekaligus menawan secara visual. Gerhana, dengan sifatnya yang sementara dan halus, menurut dia berfungsi sebagai metafora yang kuat untuk ketidakkekalan kehidupan dan seni.

“Sama seperti bulan yang mengaburkan cahaya matahari untuk sementara waktu, lukisan-lukisan yang dipamerkan memiliki kekuatan untuk membawa pemirsa ke dunia yang berbeda dan membangkitkan berbagai emosi,” ungkapnya.

Sama seperti setiap gerhana yang merupakan peristiwa unik, kata Ajeng setiap lukisan dalam pameran ini mewakili visi dan ekspresi artistik yang berbeda.

“Dari sudut pandang emosional, gerhana mungkin melambangkan momen introspeksi dan transformasi. Demikian pula, seni sering kali memberikan sebuah lensa yang melaluinya pemirsa dapat merefleksikan kehidupan dan pengalaman mereka sendiri,” katanya

Lanjut dikatakan Ajeng, baik gerhana maupun lukisannya memiliki daya tarik universal, melampaui batasan budaya dan bahasa. Aspek antar budaya dalam pameran ini memungkinkan orang-orang dari latar belakang berbeda untuk berkumpul, mengapresiasi seni, dan menyaksikan keajaiban peristiwa surgawi secara harmonis.

“Hubungan antara pameran lukisan dan gerhana matahari merupakan bukti kekuatan seni dalam menginspirasi,” terangnya.

Sama seperti gerhana yang menyatukan orang-orang untuk menyaksikan tontonan surgawi, Ageng menilai seni juga menyatukan individu untuk merasakan keindahan dan kedalaman kreativitas manusia.

“Pameran ini berhasil menginterpretasi seni dalam sudut pandang yang berbeda, dan akan meninggalkan kesan mendalam bagi semua orang yang berkesempatan untuk melihatnya,” pungkasnya.(71)

Pameran Lukisan Makarao:
Maria Budiyatmi: Katrili Dancer, Kawasaran, Everlasting Peace
Jaya Masloman: Satu Tujuan, Gelora Samudera, Untitled
Deni Katili: Pesona Bunaken, Pertarungan 2 Jago, Membidik Sasaran, Asa di Atas Pundak, Ayam Jago
Luthfi Madina: Pembuka Jalan, Connected, Candle Light Dinner, Journey to Jerusalem
Bensuryo Pambudi: Mendengar Diri, Tatapan Kesedihan, Kawasaran Series #1-#4

Leave a Reply