Mengupas Star Wars : The Acolyte, Eksplorasi Dualisme Perang Bintang

JAKARTA, 5 Juni 2024 – VNNMedia –  Serial live-action “Star Wars: The Acolyte” dari Lucasfilm akhirnya tayang di platform streaming. Berdasarkan Star Wars karya George Lucas, “Star Wars: The Acolyte” diciptakan oleh Leslye Headland.

Headland juga berperan sebagai produser eksekutif dan sutradara untuk beberapa episode serial ini.

“Star Wars: The Acolyte” mengisahkan sebuah investigasi terhadap kejahatan beruntun yang mengejutkan. Mengadu seorang Jedi Master yang dihormati dengan seorang pejuang berbahaya dari masa lalunya.

Ketika semakin banyak petunjuk yang muncul, mereka menempuh jalan gelap di mana kekuatan jahat mengungkapkan bahwa semuanya tidak seperti yang terlihat.

Serial bergenre thriller misteri ini akan mengajak penonton ke dalam area abu-abu dari berbagai tema universal. Seperti kekuasaan, benar dan salah, terang dan gelap, untuk membuat penonton seperti benar-benar terlibat dalam perjuangan menyeimbangkan dualitas tersebut.

“Star Wars: The Acolyte” melibatkan aktor papan atas Lee Jung-jae, pemenang piala Golden Globe untuk Best Television Actor–Drama Series yang berperan sebagai Master Sol, pusat dari konflik cerita serial ini.

Serial ini juga dibintangi Amandla Stenberg sebagai Mae Aniseya, Manny Jacinto sebagai Qimir, Dafne Keen sebagai Jecki dan Charlie Barnett sebagai Yord. Selain itu juga Jodie Turner-Smith sebagai Mother Aniseya, Rebecca Henderson sebagai Vernestra Rwoh, Dean-Charles Chapman sebagai Master Torbin, Joonas Suotamo sebagai Kelnacca, dan Carrie-Anne Moss sebagai Master Indara.

“Star Wars: The Acolyte” menampilkan galaksi serta era puncak kejayaan Jedi, yang belum pernah diperlihatkan dalam live-action Star Wars lainnya.

Warna menjadi kunci visual utama untuk mencerminkan era kejayaan tersebut. Sekaligus menggambarkan motivasi samar-samar dari para karakter dibandingkan stratifikasi yang jelas antara kebaikan dan kejahatan, yang banyak ditunjukkan dalam berbagai proyek Star Wars.

Elemen koreografi pun juga banyak ditampilkan, seperti seni bela diri, pertarungan dengan tangan kosong dan senjata untuk menguatkan adegan aksi dari para karakter.

Kevin Jenkins, yang juga mengerjakan desain produksi untuk “Star Wars: The Rise of Skywalker”, berusaha membangun berbagai dunia baru untuk “The Acolyte”, yang berlatar waktu 100 tahun sebelum live-action Star Wars lainnya.

Kevin juga menciptakan versi galaksi yang lebih tua dan damai daripada yang biasanya ditunjukkan dalam Star Wars sejauh ini. Ia berusaha mengembangkan bahasa visualnya sendiri dan membayangkan ulang segalanya, seperti desain pesawat luar angkasa hingga gaya lampu yang digunakan dalam interior.

Leslye Headland mengungkapkan bahwa ia terinspirasi dari berbagai film, seperti “Kill Bill”, “Frozen”, “Crouching Tiger, Hidden Dragon” dan film seni bela diri Wuxia lainnya.

“Bagi saya, Star Wars selalu mengenai anggota keluarga dengan keyakinan yang berlawanan dan drama yang muncul karena hal tersebut. Saat mengerjakan ‘The Acolyte’, saya mengambil inspirasi dari media yang memperlihatkan dinamika keluarga sambil menikmati tontonan,” ungkap Leslye Headland.

Michael Abels, sosok di balik scoring “Get Out”, film pemenang piala Oscar tahun 2017 sekaligus pemenang dari World Soundtrack Award untuk film “Us”, terlibat dalam pengerjaan scoring dan musik yang dinamis untuk serial ini. Ia merasa tertantang untuk menyeimbangkan warisan score dari Star Wars dengan sesuatu yang baru.

Ada saat di mana musiknya terdengar khas Star Wars, sehingga terasa hidup bersama seluruh galaksi. ”Dan ada kalanya Anda melihat hal-hal yang belum pernah kita lihat di film atau acara lain. Memang seharusnya terasa seperti itu. Ada saat-saat yang terasa familiar, ada pula yang terasa asing, dan ini memang disengaja. Jadi kami mulai mengerjakan bagian mana yang akan berada pada satu sisi spektrum atau sisi lainnya,” jelas Michael Abels.

Baca Berita Menarik Lainnya di Google News