Jumlah Investor Pasar Modal Indonesia Meningkat, Reksa Dana Mendominasi

SURABAYA, 26 JUNI 2024 – VNNMedia –   Jumlah investor pasar modal Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Sampai Mei 2024, jumlah investor pasar modal Indonesia mencapai 12.936.162 atau naik 5,05 persen dibanding periode yang sama tahun 2023.

Dari jumlah investor tersebut, investor Reksa Dana masih mendominasi yakni 12.172.518 atau naik 5,34 persen dibanding 2023. Disusul investor saham dan surat berharga lainnya yakni 5.720.273 atau naik 7,20 persen dibanding 2023.

Sedangkan investor SBN mencapai 1.087.762 atau naik 1,99 persen dibanding 2023.

Kepala Unit Edukasi Layanan Jasa Investor PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Ruth Yendra mengatakan, dominasi investor Reksa Dana di pasar modal Indonesia ini menunjukkan bahwa masyarakat masih takut risiko berinvestasi.

“Reksa Dana dikelola oleh ahlinya yakni manajer investasi yang telah berpengalaman di dunia pasar modal. Manajer investasi ini memiliki kemampuan untuk memaksimalkan hasil investasi melalui analisis yang mendalam atas keadaan ekonomi dan pasar, pemilihan strategi investasi, dan pemilihan aset yang sesuai,” kata Ruth dalam dalam kegiatan Sekolah Pasar Media (SPM) beberapa waktu lalu di Surabaya.

Alasan lainnya, Reksa Dana merupakan investasi yang terjangkau. Cukup dengan dana awal Rp100.000 investor sudah dapat merasakan investasi di pasar modal. Risikonya juga lebih minim.

Dalam Reksa Dana, dana Masyarakat yang dikelola Manajer Investasi kemudian diinvestasikan ke dalam berbagai surat berharga seperti saham, obligasi, dan instrumen pasar uang.

“Dalam perkembangannya, saat ini Reksa Dana yang paling banyak berkembang di Indonesia adalah Reksa Dana berbentuk hukum Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dan bersifat Terbuka. Reksa Dana Terbuka dapat dibeli dan dijual sewaktu-waktu setiap hari bursa,” jelas Ruth.

Di sisi lain, Analis Senior OJK Provinsi Jawa Timur, Donny Eko A memaparkan adanya peningkatan kerugian akibat investasi bodong (ilegal) di Indonesia. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kerugian masyarakat Indonesia akibat investasi bodong dari tahun 2017 sampai dengan 2023 adalah sebesar Rp139,67 triliun.

Berbagai wilayah di Indonesia tidak luput dari kasus investasi bodong, termasuk di Surabaya, Jawa Timur. Berbagai macam modus berhasil mengelabui masyarakat yang pada umumnya belum memiliki literasi keuangan yang baik.

”Mulai dari arisan bodong hingga koperasi simpan pinjam. Yang terbaru adalah kasus investasi bodong yang melibatkan tiga selebgram ternama di Surabaya dengan jumlah kerugian mencapai Rp4,8 miliar,” ungkap Donny.

Modus yang digunakan oleh para tersangka yakni menawarkan investasi dengan keuntungan yang menggiurkan. Misalnya, skema jangka waktu investasi 3 bulan dengan keuntungan 15 persen per bulan.

Kemudian, jangka waktu investasi 7 hari dengan keuntungan 3 persen. Lalu, jangka waktu investasi 10 hari dengan keuntungan 6 persen; dan jangka waktu investasi 1 bulan dengan keuntungan 17 persen.

“Investasi yang seharusnya manjadi alat untuk membantu mensejahterakan masyarakat malah dijadikan alat penipuan bagi para oknum tidak bertanggungjawab,” ujar Donny.

Dia juga menyebut, tingginya minat masyarakat untuk berinvestasi (inklusi) tidak dibarengi dengan pemahaman masyarakat soal pengelolaan keuangan yang baik (literasi). Gap ini akhirnya dimanfaatkan pelaku investasi bodong untuk mencari keuntungan.

”Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat untuk berinvestasi. Karena itu perlu terus dilakukan edukasi ke masyarakat,” kata Donny.

Baca Berita Menarik Lainnya di Google News