
JAKARTA, 26 Juni 2025 – VNNMedia – Fortifikasi pangan terus didorong sebagai strategi penting untuk mengatasi kekurangan zat gizi mikro di Indonesia. Saat ini, baru tiga produk pangan yang diwajibkan difortifikasi, yakni garam beryodium, tepung terigu, dan minyak goreng sawit kemasan.
Program ini bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat dan mendukung produktivitas serta kualitas hidup yang lebih baik.
Menurut Direktur Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI), Dra Nina Sardjunani, MA, di tengah masih tingginya angka Anemia Gizi Besi (AGB), Kekurangan Vitamin A (KVA), dan masalah gizi lainnya, fortifikasi pangan menjadi solusi yang efektif dan berkelanjutan. Melalui konsumsi produk sehari-hari yang diperkaya zat gizi, masyarakat bisa mendapatkan asupan mikro yang memadai.
“Namun data mengenai dampak nyata dari program fortifikasi ini masih terbatas. Padahal, penguatan program ini sangat penting untuk menurunkan beban kekurangan gizi dan menciptakan generasi unggul,” ujar Nina dalam acara Diseminasi Profil Konsumsi Pangan Fortifikasi Wajib dan Asupan Gizi Mikro Indonesia di Jakarta.
Diseminasi ini mengacu pada hasil analisis KFI terhadap data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2023, dengan dukungan Bill and Melinda Gates Foundation. Laporan tersebut memetakan pola konsumsi garam beryodium, tepung terigu, dan minyak goreng sawit di berbagai daerah serta kontribusinya terhadap kecukupan zat gizi mikro.
Dari data SUSENAS, tercatat 81,2% rumah tangga di Indonesia menggunakan garam beryodium, sementara 15,9% masih menggunakan garam non-yodium. Angka ini belum termasuk konsumsi garam dalam makanan jadi yang dibeli dari industri maupun sektor jasa makanan.
Terkait fortifikasi tepung terigu, semua produsen nasional disebut telah menjalankan kewajiban dengan komitmen tinggi. Sejak 2001, Bogasari sebagai salah satu produsen besar telah memperkaya produknya dengan berbagai vitamin dan mineral, seperti Vitamin A, D3, Zat Besi, Zink, hingga Asam Folat.
“Fortifikasi adalah bagian dari investasi sosial untuk masa depan bangsa. Tepung terigu menjadi pangan pokok kedua setelah beras, maka edukasi dan distribusinya harus terus diperkuat hingga ke pedesaan,” kata Ketua Dewan Pengawas KFI dan Ketua Umum Aptindo, Franciscus “Franky” Welirang.
Franky juga mengajak pelaku industri lainnya untuk menjalankan kewajiban fortifikasi. Ia menegaskan, biaya fortifikasi sangat kecil dibanding manfaat jangka panjangnya bagi kesehatan dan kemajuan bangsa.
KFI berkomitmen untuk terus mendukung program pemerintah, sekaligus menyediakan data dan wawasan mendalam tentang konsumsi pangan fortifikasi dan gizi mikro di Indonesia. Menjelang usianya yang ke-23 tahun, KFI berharap semakin banyak pihak yang terlibat aktif dalam membangun ketahanan gizi nasional.
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News