BPBD Jatim Tegaskan Penguatan Satu Data Kebencanaan sebagai Fondasi Keputusan Daerah

SURABAYA, 9 DESEMBER 2025 – VNNMedia – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur menekankan pentingnya memperkuat Satu Data Penanggulangan Bencana (SATA PB) sebagai dasar utama dalam perumusan kebijakan kebencanaan di daerah.

Penegasan ini disampaikan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim, Satriyo Nurseno, dalam Rapat Evaluasi dan Perkembangan SATA PB Jawa Timur di Papilio Hotel Surabaya, Selasa (9/12/2025).

Satriyo mengatakan, Jawa Timur harus menjaga sistem data kebencanaannya agar tidak mengalami persoalan serupa yang terjadi di sejumlah provinsi lain.

“Di tiga provinsi, teman-teman bekerja tanpa basis data yang memadai. Tidak ada struktur data maupun statistik wilayah, sehingga penanganan jadi tidak terarah. Kita tidak boleh mengalami hal yang sama,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pimpinan daerah, mulai Gubernur hingga Sekda, mengharapkan SATA PB menjadi pusat data kebencanaan yang terpadu, valid, dan dapat dimanfaatkan mulai dari tahap perencanaan, penanganan darurat, sampai evaluasi.

Menurut Satriyo, kebutuhan data kini semakin kompleks dan harus diimbangi dengan pembaruan sistem. “Saat ini banyak universitas membutuhkan data kebencanaan untuk riset. Mereka tak perlu datang ke kantor, cukup mencari lewat Google atau AI. Dengan SATA PB, data itu bisa diakses,” katanya.

Ia juga menyoroti perlunya penguatan mitigasi. Satriyo mencontohkan gempa 7,6 magnitudo di Jepang yang bangunannya tetap berdiri kokoh.

Jawa Timur, kata dia, harus mengejar peningkatan struktur bangunan, terutama gedung lama di kawasan rawan seperti Surabaya dan Sidoarjo.

“PR kita bukan hanya membangun gedung baru yang tahan gempa, tetapi memperkuat gedung lama. Ini butuh kolaborasi PU, akademisi, dan semua pihak,” tuturnya.

Sejumlah tantangan masih dihadapi BPBD, mulai dari ketidaksamaan standar data antarinstansi, rendahnya interoperabilitas sistem, hingga minimnya pembaruan data dan literasi data.

Keterbatasan komunikasi di daerah terdampak bencana juga menjadi persoalan, terutama ketika jaringan telepon seluler tidak berfungsi. “Saat bencana besar, HP bisa mati. Kita butuh komunikasi satelit seperti Starlink. Ini harus dipikirkan serius,” tambahnya.

Satriyo turut menyoroti kondisi daerah yang mengalami bencana berulang, seperti longsor di Trenggalek dan wilayah sekitar Gunung Semeru. Ia mencontohkan Dusun Sumberlangsep di Lumajang yang sempat terisolasi karena jembatan tertutup material lahar panas.

“Mereka bisa bertahan karena punya lumbung pangan. Situasi seperti ini harus tercatat di SATA PB sebagai dasar perencanaan logistik ke depan,” katanya.

Ia berharap pengembangan SATA PB terus berlanjut sehingga mampu memperkuat mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat. “Semoga sistem data kebencanaan kita semakin tangguh dan berkelanjutan,” ujar Satriyo.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Data dan Statistik Diskominfo Jatim, Imam Fahamsyah, menekankan perlunya penyelarasan struktur SATA PB dengan Satu Data Bencana Indonesia (SDBI) milik BNPB.

Ia menargetkan pengelolaan data di BPBD nantinya cukup dilakukan sekali input (single entry) dan otomatis terhubung ke Satu Data Jawa Timur serta SDBI.

Imam menyebut dua tantangan utama integrasi data, yakni perbedaan struktur basis data antarinstansi dan rendahnya kebiasaan pembaruan data di daerah. Ia menggarisbawahi pentingnya komunikasi intensif antarprodusen data serta kunjungan langsung ke daerah bila terjadi hambatan.

Saat ini, data yang masuk ke sistem sudah mencapai sekitar 80 persen dari total kebutuhan informasi kebencanaan di Jawa Timur.

Baca Berita Menarik Lainnya di Google News