Angka Kelahiran Jepang Anjlok ke Rekor Terendah, Pemerintah Hadapi Krisis Demografi Serius

Tokyo, 06 Juni 2025-VNNMedia- Angka kelahiran di Jepang pada tahun 2024 kembali mencetak rekor terendah dalam sejarah, menandai penurunan selama sembilan tahun berturut-turut

Melansir Bloomberg, data terbaru dari Kementerian Kesehatan yang dirilis pada Rabu (4/6) ini menyoroti tantangan demografi besar yang terus menghantui pemerintah Jepang dalam membalikkan tren di salah satu masyarakat tertua di dunia

Tingkat kesuburan total—rata-rata jumlah anak yang kemungkinan akan dilahirkan seorang wanita—turun drastis menjadi 1,15, dari 1,2 pada tahun sebelumnya. Angka ini menjadi yang terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1947

Khususnya di Tokyo, tingkat kesuburan berada di bawah angka 1 untuk tahun kedua berturut-turut, menunjukkan betapa parahnya situasi ini di ibu kota

Jumlah kelahiran total di Jepang juga turun di bawah 700 ribu untuk pertama kalinya, menjadi sekitar 686 ribu. Sementara itu, angka kematian mencapai sekitar 1,61 juta, menyebabkan penurunan populasi bersih sekitar 919.000 jiwa

Ini memperpanjang tren penurunan populasi tahunan negara itu menjadi 18 tahun berturut-turut, tanpa memasukkan migrasi

Data suram ini menggarisbawahi urgensi upaya pemerintah di bawah Perdana Menteri Shigeru Ishiba. Berbagai kebijakan telah digulirkan untuk meringankan beban finansial keluarga, termasuk memperluas subsidi anak, pendidikan gratis untuk sekolah menengah atas, jaminan kompensasi gaji penuh bagi pasangan yang mengambil cuti orang tua, serta perbaikan kondisi kerja bagi staf pengasuh anak dan perawat

Kebijakan-kebijakan ini melanjutkan inisiatif dari pendahulu Ishiba, Fumio Kishida, yang sebelumnya memperingatkan bahwa Jepang bisa “kehilangan kemampuannya untuk berfungsi sebagai masyarakat” jika tidak ada tindakan berani

Kishida berjanji untuk meningkatkan subsidi pemerintah per anak hingga setara dengan Swedia, negara yang mengalokasikan 3,4% dari PDB-nya untuk tunjangan keluarga

Namun, juru bicara Kementerian Kesehatan mengakui bahwa krisis penurunan angka kelahiran yang cepat ini masih belum teratasi. Ia menyebut populasi perempuan muda yang menyusut dan tren penundaan pernikahan serta kelahiran sebagai faktor utama

Penurunan angka kelahiran yang berkelanjutan ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan sistem jaminan sosial Jepang. Program pensiun publik menghadapi tekanan besar karena jumlah kontributor terus berkurang sementara penerima manfaat semakin meningkat

Sebuah laporan terpisah Kemenkes menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, jumlah pembayar jaminan sosial berkurang sekitar 3 juta, sedangkan penerima manfaat meningkat hampir 40 persen

Lonjakan biaya jaminan sosial ini semakin membebani keuangan publik, dengan rasio utang terhadap PDB Jepang yang merupakan salah satu yang tertinggi di antara negara-negara maju

Untuk tahun fiskal 2025, total belanja kesejahteraan sosial mencapai ¥38,3 triliun (sekitar US$266,3 miliar), setara dengan sepertiga dari anggaran nasional

Pasar tenaga kerja juga diperkirakan akan sangat tertekan. Persol Research and Consulting memperkirakan bahwa jika tren saat ini terus berlanjut, Jepang akan menghadapi kekurangan 6,3 juta pekerja pada tahun 2030

Namun masih ada harapan bagi Jepang, dimana jumlah pasangan yang menikah meningkat lebih dari 10 ribu pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya

Mengingat eratnya hubungan antara tingkat pernikahan dan kelahiran di Jepang, peningkatan ini diharapkan dapat mendukung tingkat kesuburan di masa depan. Pemerintah daerah, termasuk Tokyo, telah meluncurkan inisiatif seperti aplikasi kencan dan acara perjodohan untuk mendorong pernikahan

Baca Berita Menarik Lainnya Di Google News