Washington, 26 Juli 2024-VNNMedia- Departemen Luar negeri AS, pada Kamis (25/7), menawarkan imbalan 10 juta dollar bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi akurat terkait keberadaan hacker asal Korea Utara, Rim Jong-hyok yang merupakan bagian dari kelompok kejahatan siber Andariel, melansir dari Yonhap News
“Kami mendorong siapa saja yang memiliki informasi terkait aktivitas siber jahat Rim Jong-hyok, Andariel dan individu, entitas, serta aktivitas terkait untuk menghubungi Rewards fo Justice,”jelas mereka
Mereka menuduh Rim dan lainnya melakukan konspirasi meretas sistem rumah sakit, lembaga pemerintah, kontraktor pertahanan dan infrastruktur penting lainnya di Amerika Serikat dengan memasang ransomware dan meminta uang tebusan
Penyerangan dunia maya tersebut menurut AS, dikarenakan upaya mereka untuk mencegah dan menghalangi Pyongyang (Korut) menghasilkan uang dengan cara-cara jahat untuk mendanai program persenjataannya
Aparat hukum AS telah mendokumentasikan bahwa kelompok Andariel menargetkan lima rumah sakit, empat kontraktor pertahanan , dua pangkalan udara dan Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS, menurut Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan
“Tindakan ini menggarisbawahi upaya berkelanjutan AS untuk mengatasi aktivitas siber jahat Korut terhadap infrastruktur penting serta mencegah dan mengganggu kemampuan Korut untuk menghasilkan pendapatan gelap melalui aktivitas siber jahat, yang digunakannya untuk mendanai program rudal balistik dan senjata pemusnah massal yang melanggar hukum,” jelasnya
Departemen itu juga mengatakan selain untuk mendanai program persenjataan Korut, uang tebusan juga ntuk membiayai operasi siber mereka yang menargetkan badan-badan pemerintah, kontraktor pertahanan AS dan asing. Menurutnya, kelompok Andariel dikendalikan oleh Biro Umum Pengintaian, Badan Inteljen militer Korut
Sebelumnya, pada Mei, Departemen ini juga menawarkan 5 juta dollar untuk informasi tentang tiga pekerja IT Korut dan manajer mereka yang terlibat dalam skema yang memungkinkan para pekerja tersebut mendapatkan telework illegal dengan menggunakan identitas palsu milik warga negara AS
Baca Berita Menarik Lainnya Di Google News