
Stockholm, 16 Juni 2025-VNNMedia-Risiko perang nuklir kian meningkat seiring dengan kemunculan perlombaan senjata baru, demikian peringatan dari sebuah lembaga penelitian Swedia. Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam sistem pertahanan juga berpotensi besar memperburuk kemungkinan konflik nuklir
Kesimpulan mengejutkan ini merupakan bagian dari penilaian tahunan Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), yang dirilis pada Senin (16/6). Laporan tersebut secara komprehensif membahas kondisi persenjataan, pelucutan senjata, dan keamanan internasional
Menurut laporan SIPRI, negara-negara bersenjata nuklir diperkirakan memiliki total 12.241 hulu ledak pada Januari 2025, angka ini sedikit menurun 164 dari tahun sebelumnya
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah sekitar 3.912 hulu ledak, atau lebih dari 30 persen, telah dikerahkan bersama pasukan operasional. Bahkan, sekitar 2.100 hulu ledak ditempatkan dalam keadaan siaga operasional tinggi terhadap rudal balistik
SIPRI juga memperingatkan bahwa era pengurangan jumlah senjata nuklir di dunia, yang telah berlangsung sejak berakhirnya perang dingin, akan segera berakhir. Ini menandakan pergeseran signifikan dalam dinamika keamanan global
Dalam laporan tersebut, Rusia diperkirakan memiliki 5.459 hulu ledak, menjadikannya negara dengan persediaan terbesar. Sementara itu, Amerika Serikat mengikuti dengan 5.177 hulu ledak. Kedua negara adidaya ini diyakini memiliki hampir 90 persen dari total persediaan global.
Menariknya, SIPRI memperkirakan Cina memiliki persediaan hulu ledak nuklir terbesar ketiga, setidaknya 600 buah. Laporan tersebut juga menyoroti bahwa persenjataan nuklir Cina tumbuh lebih cepat dibandingkan negara mana pun, dengan penambahan sekitar 100 hulu ledak baru per tahun
Salah satu poin penting dalam laporan ini adalah peringatan mengenai peran AI dan teknologi lain. SIPRI menyatakan bahwa seiring AI mempercepat pengambilan keputusan dalam situasi krisis, terdapat risiko lebih tinggi terjadinya konflik nuklir akibat miskomunikasi, kesalahpahaman, atau kecelakaan teknis
Ini menggarisbawahi kekhawatiran serius tentang bagaimana teknologi canggih dapat memicu eskalasi yang tidak diinginkan dalam ketegangan global, melansir NHK
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News