Tim Peneliti UB Ciptakan Metode Revolusioner Tanam Padi Hemat Air

Malang, 5 Agustus 2024, VNNMedia – Budidaya tanam padi di negara agraris ini telah menjadi tradisi dengan menggunakan metode sawah, di mana lahan disiapkan, dibajak, dan terus digenangi air. Penanaman padi secara tradisional ini telah dilakukan turun-temurun, dimulai sejak abad ke-9 seperti yang terukir di Candi Borobudur, berlanjut hingga zaman Majapahit, dan masa pendudukan Belanda dengan pembangunan saluran irigasi yang masih digunakan hingga saat ini.

Namun, metode tanam padi yang membutuhkan banyak air menjadi kendala tersendiri pada musim kemarau atau di daerah dengan ketersediaan air yang terbatas, sehingga produksi padi tidak bisa dilakukan secara berkelanjutan. Di sisi lain, kebutuhan beras sebagai pangan di negeri ini terus meningkat.

Menanggapi masalah penggunaan air yang boros dalam tanam padi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) berkolaborasi dengan Borouge Ltd. India, PT Kencana Tiara Gemilang, dan PT Narasing Hamurti Perkasa menciptakan terobosan baru dengan metode “System Mulsa Drip Irrigation in Rice Production”. Teknologi ini menggunakan mulsa dan irigasi tetes melalui pipa pada penanaman padi.

Metode ini diklaim lebih efisien, dengan biaya produksi yang lebih murah dan penggunaan air yang lebih hemat. Saat ditemui di Kebun Percobaan FP UB di Jatimulyo, Prof. Agus Suryanto, koordinator tim peneliti, Senin (5/8/2024) menjelaskan, bahwa metode ini hanya memberikan air sesuai kebutuhan tanaman.

“Tanaman padi memerlukan air dalam jumlah tertentu. Dengan metode ini, air yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga tidak ada air yang terbuang percuma. Pemupukan juga sesuai dosis dan tidak melebihi kebutuhan tanaman. Sistem ini menghemat air hingga 80 persen dibandingkan metode konvensional,” katanya.

Penelitian ini melibatkan berbagai bidang keilmuan pertanian, antara lain bidang Agronomi oleh Prof. Dr. Ir. Agus Suryanto, MS, Prof. Dr. Ir. Sitawati, M.S., dan Dr. Euis Elih Nurlaelih, S.P., M.Si.; bidang Ilmu Tanah oleh Prof. Dr. Didik Suprayogo, M.Sc., Dr. Iva Dewi Lestariningsih, SP., M.Sc., dan Dr. Syamsul Arifin, SP., M.Sc.; bidang Hama dan Penyakit oleh Muhammad Akhid Syib`li, S.P., M.P., Ph.D.; serta bidang Sosial Ekonomi oleh Dr. Wisynu Ari Gutama, SP., MMA.

Kebutuhan air untuk berbagai keperluan hidup semakin meningkat tajam, baik untuk kebutuhan manusia, industri, peternakan, dan pembangunan. Namun, kebutuhan air untuk tanaman padi tetap krusial. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan air sangat penting untuk kemakmuran bersama. Dengan sistem irigasi tetes ini, untuk menghasilkan satu kilogram beras hanya membutuhkan 1000 liter air, jauh lebih hemat dibandingkan dengan metode tradisional yang membutuhkan 5000 liter air per kilogram beras.

Prof. Agus menambahkan bahwa sistem ini juga meningkatkan hasil produksi tanaman. Mulsa akan menghambat pertumbuhan gulma, sehingga tanaman padi dapat tumbuh lebih baik. Proses fotosintesis tanaman juga lebih sempurna karena sinar matahari dipantulkan kembali dan ditangkap daun-daun melalui mulsa.

Proses pengairan dengan sistem drip ini diikuti dengan pemupukan yang dilakukan seminggu sekali bersamaan dengan air yang disalurkan melalui pipa. Hal ini membuat pemupukan lebih efisien dan tepat sasaran. Dari segi pemeliharaan, sistem ini lebih praktis karena pengairan dilakukan setiap hari selama satu jam per petak dengan hanya membutuhkan satu orang untuk membuka dan menutup air.

Dari sisi biaya produksi, metode ini lebih murah karena tidak memerlukan biaya untuk mencabuti atau menyiangi rumput. Mulsa menghambat pertumbuhan gulma, sehingga tidak perlu dilakukan penyiangan sebanyak dua hingga tiga kali seperti pada metode konvensional. Meskipun biaya awal untuk mulsa, pompa air, dan pipa-pipa cukup tinggi, namun pada tahun-tahun berikutnya peralatan tersebut masih bisa digunakan, sehingga biaya keseluruhan lebih murah.

Sistem ini cocok digunakan di berbagai tempat, termasuk daerah dengan ketersediaan air terbatas. Dengan metode “System Mulsa Drip Irrigation in Rice Production”, produksi padi dapat dilakukan sepanjang musim tanpa tergantung pada musim penghujan. Diharapkan, penggunaan mulsa dan irigasi tetes ini dapat menghasilkan produksi padi hingga 7 ton per hektar, meningkat 40% dari produksi rata-rata 5 ton per hektar.

Pada pertemuan Word Water Forum (WWF) ke-10 di Bali, pentingnya pengelolaan sumber daya air untuk kemakmuran bersama menjadi fokus utama. Diharapkan, metode tanam padi hemat air ini dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dalam budidaya pertanian di Indonesia, sehingga penggunaan air dapat lebih efisien dan mendukung kebutuhan pangan nasional.

Telusuri berita lain di Google News VNNMedia